KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS DI
INDONESIA
1. 1. PT FREEPORT INDONESIA
Analisis Permasalahan
PT Freeport Indonesia merupakan jenis
perusahaan multinasional (MNC), yaitu perusahaan internasional atau
transnasional yang berpusat di satu negara tetapi cabang ada di berbagai negara
maju dan berkembang.
Mogoknya hammpir seluruh pekerja PT
Freeport Indonesia disebabkan karena perbedaan indeks standar gaji yang
diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport diseluruh dunia. Pekerja
Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah dari pada pekerja
Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama. Gaji sekarang perjam USD
1.5-USD 3. Padahal, dibandingkan gaji di negara lain mencapai USD 15-USD 35
perjam. Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan buntu. Manajemen
Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apa dasar pertimbangannya.
Biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua
digembor0gemborkan itu pun tidak seberapa karena tidak mencapai 1 persen
keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat Papua membayar lebih mahal karena harus
menanggung akibat berupa kerusakan alam serta punahnya habitat Papua yang tidak
ternilai itu. Biaya reklamasi tersebut tidak akan bisa dditanggung generasi
Papua sampai tujuh turunan.
Umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja
adalah bagian dari aset perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan pekerja adalah
suatu keharusan. Sebab, di situlah terjadi hubungan mutualisme satu dengan yang
lain. Perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar produksi semakin baik,
sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam hal pemberian gaji yang
layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas malu.
Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti tidak memberikan teladan untuk
menghindari perselisihan soal normatif yang sangat mendasar. Kebijakan dengan
memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI, privilege berlebihan, ternyata
hanya sia-sia.
Undang-undang yang telah di Langgar
Ø PT
Freeport Indonesia telah melanggar hak-hak dari buruh Indonesia (HAM)
berdasarkan UU No. 13/2003 tentang mogok kerja sah dilakukan. PT Freeport
Indonesia telah melanggar pasal:
a.
Pasal 139: “Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada
perusahaan yang melayani kepentingan umum dan atau perusahaan yang jenis
kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan atau membahayakan keselamatan
orang lain”.
b.
Pasal 140: (1) “Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja
sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat
buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat”. (2) Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu) sekurang-kurangnya memuat: (i) Waktu
(hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja. (ii) Tempat mogok kerja. (iii) Alasan
dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja. (iv) Tanda tangan ketua
dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat
pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja. (3) Dalam hal mogok
kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat
pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator
dan/atau penanggung jawab mogok kerja. (4) Dalam hal mogok kerja dilakukan
tidak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka demi menyelamat kan alat
produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara
dengan cara: (i) Melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada dilokasi
kegiatan proses produksi, atau (ii) Bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh
yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.
Ø
Pasal 22: “Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas
memilih pekerjaan, berhak akan terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial, dan
budaya yang sangat doperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya,
melalui usaha-usaha nasional maupun kerjasama internasional, dan sesuai dengan
pengaturan sumber daya setiap negara”.
Ø PT
Freeport Indonesia melanggar UU No. 11/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan yang sudah diubah dengan UU No. 4/2009.
Ø
Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan
Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport.
Kestabilan siklus operasional Freeport,
diakui atau tidak, adalah barometer penting kestabilan politik koloni Papua.
Induksi ekonomi yang terjadi dari berputarnya mesin anak korporasi raksasa
Freeport-McMoran tersebut di kawasan Papua memiliki magnitude luar biasa
terhadap pergerakan ekonomi kawasan, nasional, bahkan global.
Sumber : http://megapitriani06.blogspot.com/2013/10/contoh-perusahaan-yang-melanggar-etika.html
Pelanggaran Etika Bisnis PT Ajinomoto
Indonesia
PT Ajinomoto Indonesia merupakan produsen bumbu masak merek
Ajinomoto. Perusahaan ini memiliki kantor pusat di Jepang dimana Ajinomoto
pusat merupakan salah satu dari 36 perusahaan makanan dan minuman terbesar di
dunia. Sehubungan dengan akan berakhirnya sertifikat Halal dari MUI untuk
AJI-NO-MOTO pada September 2000, maka PT Ajinomoto Indonesia mengajukan
perpanjangan sertifikat Halalnya pada akhir Juni 2000. Audit kemudian dilakukan
oleh LPPOMMUI Pusat (2 orang), LPPOMMUI Jatim, BPOM, Balai POM Surabaya dan
dari Departemen Agama pada tanggal 7 Agustus 2000. Pada 7 Oktober 2000,
Komisi Fatwa memutuskan bahwa Bactosoytone tidak dapat digunakan
sebagai bahan dalam media pembiakan mikroba untuk menghasilkan MSG. PT
Ajinomoto Indonesia diminta untuk mencari alternatif bahan pengganti
Bactosoytone.Sesuai dengan instruksi Komisi Fatwa, PT Ajinomoto Indonesia
mengganti Bactosoytone dengan Mameno dalam tempo 2 bulan.
LPPOMMUI melakukan audit sehubungan dengan penggantian Bactosoytone dengan Mameno pada
4 Desember 2000. Mereka memutuskan Mameno dapat digunakan dalam proses
pembiakan mikroba untuk menghasilkan MSG. Komisi Fatwa melakukan rapat
kedua pada 16 November 2000.
LPPOMMUI menyampaikan hasil rapat tersebut kepada PT
Ajinomoto Indonesia pada 18 Desember 2000, bahwa produk yang menggunakan Bactosoytone dinyatakan
Haram. MUI mengirim surat kepada PT Ajinomoto Indonesia pada 19 Desember 2000
untuk menarik semua produk Ajinomoto yang diproduksi dan diedarkan sebelum
tanggal 23 November 2000 (Produk yang dihasilkan setelah 23 November 2000 sudah
menggunakan Mameno). Namun, pada tanggal tersebut perusahaan sudah memasuki
libur bersama Natal dan Tahun Baru. Sekertaris Umum MUI mengumumkan di media
massa pada 24 Desember 2000, bahwa produk AJI-NO-MOTO mengandung babi dan
masyarakat diminta untuk tidak mengonsumsi bumbu masak AJI-NO-MOTO yang
diproduksi pada periode 13 Oktober hingga 16 November 2000.
Tanggapan terhadap pelanggaran etika bisnis PT Ajinomoto
Indonesia
Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa
beberapa PT. Ajinomoto telah melanggar etika bisnis. Etika bisnis merupakan
cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang
berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam
suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan. Dalam hal
ini perusahaan telah melanggar teori-teori etika seperti teori deontologi dan
teologi. Pada teori deontologi, perusahaan telah melakukan pelanggaran
menggunakan bahan yang tidak seharusnya digunakan dalam senuah produk yang
bersertifikat halal, perusahaan juga melanggar tidak memenuhi pemeriksaan yang
harusnya dilakukan dan perusahaan melakukan pelanggaran dalam keterbukaan
bahan-bahan yang ada dalam produk serta halal atau tidak bahan yang terkandung
dalam produk tersebut. Sedangkan pada teori teologi, perusahaan telah
mengabaikan hak konsumen untuk dapat mengetahui komponen yang terdapat dalam
produk tersebut dengan kualitas terjamin seperti kehalalan suatu bahan.
Perusahaan tidak memikirkan lebih jauh dampak yang disebabkan bahan yang tidak
halal untuk para konsumen yang mengaut agama Islam. Perusahaan hanya memikirkan
keuntungan yang akan dicapai.
Dalam hal ini perusahaan telah melanggar prinsip otonomi
tidak mengikuti pemeriksaan ke MUI secara rutin. Dan juga telah melanggar
prinsip kejujuran, karena mereka telah melakukan ketidakterbukaan terhadap
bahan-bahan yang digunakan dalam bumbu penyedap tesebut . Lalu, perusahaan juga
telah melanggar prinsip integritas moral, karena berbagai macam cara diupayakan
agar nama baik perusahaan tetap terjaga dan membuat konsumen terus mempercayai
perusahaan tersebut. Selain itu perusahaan telah melanggar prinsip saling
menguntungkan, karena perusahaan menempuh segala cara agar memperoleh
keuntungan untuk semua pihak. Akan tetapi pada kenyataannya hanya keuntungan
perusahaanlah yang memperoleh keuntungan.
Sumber : http://nadyaekaputri11.blogspot.com/2019/07/pelanggaran-etika-bisnis-oleh-pt.html
3.
PT UNILEVER
Etika
Bisnis dalam Perusahaan Unilever
1. Standar Perilaku
Dalam melaksanakan semua kegiatan, kami melakukannya dengan penuh
kejujuran, integritas, keterbukaan serta menghormati hak azasi manusia, menjaga
kepentingan para karyawan kami dan menghormati kepentingan sah dari para relasi
kami.
2. Mematuhi Hukum
Seluruh perusahaan Unilever dan para karyawannya berkewajiban mematuhi
ketentuan hukum dan peraturan masing-masing negara di tempat mereka
melaksanakan usahanya.
3. Karyawan
Kami bertekad bekerjasama dengan karyawan demi mengembangkan dan
memperkuat ketrampilan dan kemampuan setiap individu. Kami menghargai martabat
dan hak individu untuk kebebasan berserikat dalam satu asosiasi. Kami akan
memelihara terjalinnya komunikasi yang baik dengan para karyawan melalui
informasi dari perusahaan dan proses konsultasi.
4. Pemegang Saham
Unilever melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip tata kelola
perusahaan yang baik dan bertaraf internasional. Kami menyediakan informasi
atas kegiatan kami, struktur dan situasi serta kinerja finansial kepada
pemegang saham pada waktunya secara teratur dan benar.
5. Mitra Usaha
Unilever memiliki komitmen tinggi dalam menjalin hubungan yang saling
bermanfaat dengan para pemasok, pelanggan, dan mitra usaha. Dalam jalinan
bisnis, kami mengharapkan para mitra kami untuk mematuhi prinsip bisnis yang
selaras dengan prinsip bisnis kami
· Pelanggaran yang Mungkin Dilakukan PT. Unilever Tanpa Etika Bisnis
1. Dampak Pencemaran air
Kerugian yang disebabkan oleh pencemaran air dapat berupa air tidak
dapat digunakan lagi untuk keperluan rumah tangga, hal ini diakibatkan oleh air
sudah tercemar.
2. Dampak Pencemaran Udara
Dengan dibangunnya pabrik di perkotaan asapnya dapat mengakibatkan
polusi udara sehingga menganggu kenyamanan bagi para pemakai
jalan. Apabila udara telah tercemar maka akan menimbulkan penyakit seperti
sesak napas.
3. Dampak Pencemaran Tanah.
Tanah yang telah tercemar oleh bahan pencemar seperti senyawa karbonat
maka tanah tersebut akan menjadi asam, H2S yang bersama CO membentuk
senyawa beracun didalam tanah sehingga cacing penggembur tanah mati.
· Faktor Penyebab Perusahaan Melakukan Pelanggaran
a. Menurunnya formalism etis
(moral yang berfokus pada maksud yang berkaitan dengan perilaku dan hak
tertentu.
b. Kurangnya kesadaran moral
utilarian (moral yang berkaitan dengan memaksimumkan hal terbaik bagi orang
sebanyak mungkin)
c. Undang – undang atau peraturan yang mengatur perdagangan, bisnis dan
ekonomi masih kurang
d. Lemahnya kedudukan lembaga
yang melindungi hak – hak konsumen
e. Rendahnya tingkat pendidikan,
pengetahuan serta informasi mengenai bahan, material berbahaya
f. Pandangan yang salah dalam
menjalankan bisnis (tujuan utama bisnis adalah mencari keuntungan semata, bukan
kegiatan social)
g. Rendahnya tanggung jawab
social atau CSR (Corporate Social Responsibility)
h. Kurangnya pemahaman tentang
prinsip etika bisnis
· Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mengatasi
pelanggaran antara lain:
1. Penegakkan budaya berani
bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya. Individu yang mempunyai
kesalahan jangan bersembunyi di balik institusi. Untuk menyatakan kebenaran
kadang dianggap melawan arus, tetapi sekarang harus ada keberanian baru untuk
menyatakan pendapat.
2. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk
mengukur kinerja jelas. Bukan berdasarkan kedekatan dengan atasan,
melainkan kinerja.
3. Pengelolaan sumber daya manusia
harus baik.
4. Kasus
Pelanggaran Etika Bisnis pada Albothyl oleh Perusahaan PT. PHAROS
Viostin dan Enzyplex tanggal 5 Februari lalu karena terbukti
mengandung DNA babi ,p ada kasus Viostin dan Enzyplex, boleh dikatakan levelnya
tidak sampai membahayakan pasien. Hanya tidak sesuai dengan ketentuan pelabelan
produk, mengingat Indonesia adalah negara mayoritas Muslim sehingga produk yang
mengandung babi harus mengikuti ketentuan khusus.
Albothyl pun dibatalkan izin edarnya per tanggal 15 Februari
setelah ada 38 laporan kasus terkait efek samping serius yang timbul akibat
penggunaan Albothyl, oleh profesional kesehatan dalam dua tahun terakhir ini.
Dari kasus diatas terlihat bahwa perusahaan melakukan
pelanggaran etika bisnis dilihat dari sudut pandang ekonomi yaitu
perusahaan di untungkan tetapi banyak orang yang di rugikan dan perusahaan
tidak memenuhi dari prinsip dari etika bisnis yaiu prinsip kejujuran.
Perusahaan tidak terbuka dan memenuhi syarat-syarat bisnis dan Mengenyampingkan
aspek kesehatan konsumen dan membiarkan penggunaan zat berbahaya dalam
produknya. Albothyl yang beredar di pasaran saat ini mengandung zat bernama
Policresulen dengan konsentrasi 36%. Policresulen adalah senyawa asam organik
(polymolecular organic acid) yang diperoleh dari proses kondensasi formalin
(formaldehyde) dan senyawa meta-cresolsulfonic acid. Policresulen yang
diaplikasikan pada sariawan akan menyebabkan jaringan pada sariawan menjadi
mati. Itulah alasan kenapa saat albothyl digunakan pada sariawan akan terasa
sangat perih, namun kemudian rasa perih hilang dan sakit pada sariawan pun
tidak lagi terasa.Sesaat setelah albothyl digunakan sariawan akan menjadi
berwarna putih dan kering.Jadi sebenarnya policresulen ini tidak mengobati
sariawan melainkan mematikan jaringan yang sakit atau rusak tersebut. Ketika
jaringan sariawan sudah mati, maka tubuh akan melakukan regenerasi sel-sel baru
sehingga sariawan menjadi sembuh.
Sumber : http://caramanjur.com/alasan-bpom-larang-albothyl-efek-samping-bahaya-kandungan
Sumber : http://aisyahpuspitasari20.blogspot.com/2019/05/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis.html
5. Moralitas
Hilang di Kasus Jiwasraya
SATU per satu kasus tercium di tubuh perusahaan milik
pemerintah, mulai kasus Garuda Indonesia, Asuransi Jiwasraya, hingga Asabri.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dipimpin Erick Thohir ini
benar-benar harus bekerja ekstrakeras untuk mengungkap dan menuntaskan kasus
tersebut, khususnya kasus Jiwasraya yang merugikan negara lebih dari Rp 13,7
triliun (versi Kejagung) dan Asabri yang diduga juga merugikan negara sekitar
Rp 10 triliun.
Kasus yang menyedot perhatian publik tentu kasus Jiwasraya.
Betapa tidak, perusahaan pelat merah itu ternyata tidak mampu membayar alias
gagal bayar pada nasabahnya yang sebagian adalah warga negara asing (WNA).
Publik pun mempertanyakan, bagaimana mungkin kasus tersebut bisa terjadi?
Bagaimana pengawasan atas kinerja Asuransi Jiwasraya selama ini?
Membahas etika, menurut pakar filsafat K. Bertens, etika itu
sendiri dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya atau
arti ini dapat juga disebut sistem nilai dalam hidup manusia perseorangan atau
hidup bermasyarakat. Etika dipakai dalam arti kumpulan asas dan nilai moral,
yang dimaksud di sini adalah kode etik.Dengan kata lain, perusahaan pelat merah
yang melanggar etika dalam berbisnis ini sudah mengabaikan tanggung jawab dan
mengabaikan nilai serta norma-norma moral yang seharusnya dipegang teguh tanpa
terkecuali.
Sumber : https://www.jawapos.com/opini/12/02/2020/moralitas-hilang-di-kasus-jiwasraya/
#UniversitasNarotama
#BanggaNarotama
#NarotamaJaya
#FEBUnnarSby
#AyuRaiDosen
#MissManagement
#ThinkSmart
#MahasiswaNarotama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar